Relaks dalam Taksi

Rabu malam (13 Agustus 2008) lalu, saya baru meninggalkan kantor jam 22.43. Lumayan malam memang. Sebenarnya sih pulang lebih malam di Rabu malam atau malam Kamis, sudah biasa, karena tiap Rabu sore sekitar jam 19.00 ada rapat produser. Namun malam itu, rapat yang biasa selesai sekitar jam 9 atau setengah 10 malam, agak molor. Dan baru selesai sekitar jam 10.20an malam.

Malam itu saya sudah ada janji untuk menemui kakak yang datang dari Bitung, di Hotel Twin Plaza, di Tomang, Jakarta Barat. Satu-satunya kendaraan yang menjadi pilihan adalah taksi.

Keluar dari Gerbang kantor di kawasan Tendean, Jakarta Selatan, sebuah taksi putih telah menunggu. Karena lampu di atasnya menyala tanda kosong, saya pun masuk dan menyebutkan tujuan.

Taksi putih ini adalah Express Taksi, satu dari beberapa taksi di Jakarta yang masih bertahan dengan tarif lama (KM pertama 4000 rupiah). Saya mengambil duduk dibelakang sebelah kiri. Yang membuat saya kaget, tepat didepan saya, di sandaran kepala kursi penumpang depan, terdapat televisi yang menyala bersamaan saat pengemudi menyalakan argo meter taksi.

Menurut pak Sadam, pengemudi taksi dengan nomor pintu EC1591 tersebut, ada sekitar 100 armada taksi ini, yang menggunakan televisi serupa. Saya jadi teringat pada taksi kuning, kalo tidak salah Trans Cab, yang telah lebih dahulu melengkapi armadanya dengan televisi berbagai channel pilihan.

Namun televisi di Express ini belum seperti itu. Televisi ini belum menayangkan siaran dari sebuah stasiun televisi. Namun tv ini masih bersifat tv display iklan dan hiburan lagu.

Saat baru menyala, lagu Yovie Nuno Janji Suci, yang menyambut saya. Setelah lagu itu, muncul beberapa iklan seperti iklan Hotel Ibis Jogja, Hotel Formula Menteng. Setelah beberapa deret iklan, kemudian lagu Kekasih yang Tak Dianggap oleh Pinkan Mambo. Kemudian muncul lagi beberapa iklan. Salah satunya yang saya ingat adalah iklan tentang komunitas bike to work. Kemudian lagu Tangga berjudul Kesempatan Kedua. Namun lagu ini tidak sampai habis saya nikmati, karena telah tiba di tujuan.

Lumayan juga perjalanan saya malam itu, dalam keadaan yang lumayan letih, mendapat tontonan/hiburan di dalam taksi. Tentunya para pemilik armada taksi harus memikirkan fasilitas dan layanan yang memadai bagi penumpang, mengingat tarif taksi semakin hari semakin mahal.

Saya punya mimpi yang masih tanda tanya. “Kapan ya, taksi di Indonesia, khususnya Jakarta, dapat menyerupai taksi di Singapura?”

Salam
daenk M@R

Comments